
Post Details
- Berita
- Admin
- 24 May 2025
Tayammum Bagi Pendaki Gunung, Solusi Ibadah Saat Terbatas Air
Sabtu, 24 Mei 2025 — Bahtsul Masaail PP. Al Mubaarok Manggisan membahas terkait maraknya aktifitas pendakian yang menjadi trend dikalangan pemuda bahkan kalangan santri sekalipun, membuat banyak pertanyaan fikih mulai bermunculan dari aktifitas tersebut. Terkhusus dalam hal shalat yang tentu membutuhkan air untuk bersuci, namun para pendaki sering kali hanya membawa air dalam jumlah terbatas yang lebih diprioritaskan untuk kebutuhan logistik seperti minum, sementara kebutuhan bersuci seperti wudhu atau mandi janabah menjadi persoalan tersendiri.
Dalam forum disampaikan secara penilitian reel bahwa di beberapa jalur pendakian, ketersediaan air hampir tidak ada sama sekali. Hal ini menyebabkan pendaki dihadapkan pada dilema antara menggunakan air untuk bersuci atau menyimpannya untuk bertahan hidup. Fokus utama diskusi adalah bagaimana cara bersuci yang benar bagi para pendaki gunung yang hanya membawa air dalam jumlah terbatas yang lebih diutamakan untuk kebutuhan logistik seperti minum.
Perdebatan dalam forum cukup sengit dan dinamis, berbagai pendapat dan argumentasi di lontarkan menandakan keseriusan para santri dalam menelaah problematika kontemporer. Dalam perdebatan ini menitik beratkan terhadap sisi darurat dalam pendakian. Mereka menekankan pentingnya menjaga jiwa dan keselamatan fisik, terutama dalam kondisi medan berat dan logistik terbatas, Air yang dibawa dalam pendakian dikategorikan sebagai musabbal li syurbi (air yang dikhususkan untuk minum), yang menurut sebagian ulama dapat menguatkan alasan untuk bertayamum sebagai bentuk rukhshah (keringanan).
Setelah melalui perdebatan yang cukup panjang dan setelah mempertimbangkan dalil-dalil naqli dan qauli, realitas kondisi lapangan, serta istinbath dari para ulama mu’tabar, forum menyepakati bahwa:
Pendaki gunung yang membawa air dalam jumlah terbatas dan lebih diprioritaskan untuk kebutuhan logistik seperti minum, diperbolehkan untuk bertayamum sebagai pengganti wudhu dengan mempertimbangkan setatus air yang haram untuk di gunakan untuk sesuci karna bersetatus musabbal lisyusrbi dan adanya dhoror jika digunakan untuk berwudhu yang mana secara literatur islam adanya larangan terhadap sesuatu yang membahayakan terhadap diri sendiri
Bapak Ali Abdul Basit sebagai mushohih memberikan catatan bahwa “rumusan ini hanya membahas sesui deskripsi masalah ini, (rumusan yang ada tidak bersifat umum, hanya pada kasus ini saja), ujarnya.
Forum ditutup dengan pembacaan hasil keputusan oleh Dewan Perumus dan doa bersama. Keputusan ini akan dibukukan sebagai arsip dan bahan bacaan bagi santri dan masyarakat luas, serta sebagai bentuk tanggung jawab ilmiah pesantren dalam menjawab tantangan zaman.
Dengan diselenggarakannya Bahtsul Masail ini, Pondok Pesantren Al Mubaarok kembali menunjukkan perannya sebagai pusat kajian keislaman yang adaptif terhadap isu-isu aktual, tanpa mengesampingkan keteguhan terhadap dalil dan khazanah keilmuan klasik.
Recent Post
![]() |
Hukum Kurban Via Transfer menjadi konsen pembahasan Musyawirot Bahtsul Masaail
28 May 2025 |
![]() |
Ekonomi vs Ibadah, jadi pembahasan dalam Bahtsul Masaail rutin Santri Manggisan
31 May 2025 |
![]() |
Ikatlah Ilmu dengan Menuliskannya, Kelas Kalam Mahad Aly Al Mubaarok Berjalan Lagi
26 May 2025 |
![]() |
Tayammum Bagi Pendaki Gunung, Solusi Ibadah Saat Terbatas Air
24 May 2025 |
![]() |
P4SK Mantapkan Peran Pesantren Lewat Kajian Al Hikam
22 May 2025 |
![]() |
Relokasi Dam (Denda Haji) Menjadi Kajian Dalam Pembukaan Bahtsul Masaail Wonosobo
17 May 2025 |
![]() |
Ngaji Budaya dan Tradisi Islam Nusantara 2025
02 May 2025 |